Sabtu, 09 Januari 2010


cinta adalah sengsara

Sabtu, 17 Oktober 2009

karya tulis

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.

Minggu, 10 Mei 2009


 ILMU BUDAYA DASAR
 PERKAWINAN DAERAH ENDE LIO


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberi kekuatan untuk menyusun dan menyelesaikan tulisan makalah yang kami beri judul “ ILMU SOSIAL BUDAYA TENTANG PERKAWINAN”. Harapan dan impian yang lama terpendam, kini muncul sudah. Banyak orang mengharapkan ilmu sosial budaya tetap diterapkan termasuk juga anda tentunya. Harapan ini memang wajar, alasannya karena setiap daerah mempunyai budayanya masing-masing. Tidaklah heran jika ilmu sosial budaya termasuk sala satu dari ilmu-ilmu yang lain.
Harapan kami semoga makalah ilmu sosial budaya ini tetap dipakai di kalangan masyarakat terpelajar kita, membantu meringankan kita semua dalam mempelajari ilmu sosial budaya.
 Akhirnya kami selalu mengharapkan kecam bina dan koreksi dari pemakai makalah ini atas kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya, guna penyempurnaan edisi mendatang, disampaikan terima kasih.



















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN
 I.1 Latar Belakang…………………………………………………………..4
 I.2 Tujuan Perkawinan………………………………………………………4

BAB II PEMBAHASAN
 II.1 Proses Pelamaran dan Peminangan…………………………………….5
 II.2 Proses Adat…………………………………………….………………5
 II.3 Proses Pernikahan………………………………………….…………..7

BAB III PENUTUP
 III.1 Kesimpulan…………………………………………………………….9
 III.2 Saran……………………………………………..…………………….9

DAFTAR PUSTAKA















BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Setiap manusia mendambahkan agar hidup dan masa depannya senantiasa bahagia, karena kebahagiaan itu dapat membuat hidup manusia berarti. Pelbagai langkah dan usaha konkrit akan manusia tempuh untuk mencapai dambaan itu. Tidak sedikit pengorbanan yang harus dialami demi tercapainya maksud ini. Seribu satu macam tantangan yang silih berganti tidak menjadi penghalang bagi manusia dalam usaha untuk menggapai kebahagiaan itu. Kebahagiaan telah menjadi sebuah titik pencaharian manusia yang tidak bertepi karena kabahagiaan itu terlalu luas. Bagi mausia, kebahagiaan itu berada di luar manusia dan tidak terbatas.
Persiapan perkawinan pertama-tama berarti persiapan untuk hidup sebagai pasangan suami istri yang saling mengasihi.

I.2 Tujuan Perkawinan.
I.2.1 Kebahagiaan Suami Istri.
Keluarga adalah tempat pembentukan manusia atau lebih tepat tempat memanusiakan manusia dalam lingkungan keluarga. Semua anggota mulai dari anak-anak sampai kakek nenek, berkembang dalam suatu sikap saling membantu perkembangan pribadi anggota lain dalam hubungan erat satu sama lain.
Dengan demikian, menjadi jelaslah bahwa tujuan perkawinan adalah membantu satu sama lain dan membiarkan diri dibantu oleh pasangannya dalam perjalanan hidup berkeluarga menuju kebahagiaan lahir dan batin.

I.2.2 Mendapatkan Keturunan.
Suami dan istri dalam ikatan perkawinan yang resmi terbuka pada keturunan, karena berdasarkan kodrat, hubungan suami dan istri bersifat unitif dan prokreatif. Sala satu tujuan dari pembentukan keluarga adalah fungsi reproduksi atau melanjutkan keturunan. Sampai sekarang manusia saja ada orang yang menganut pandangan tradisional tentang tujuan utama perkawinan yakni untuk menghasilkan keturunan.

BAB II
PEMBAHASAN

II. 1 Proses Pelamaran dan Peminangan
II.1.1 Proses Pelamaran (Tana Ale)
Pelamaran adalah suatu proses dimana pihak laki-laki mendatangi rumah pihak wanita untuk menanyai kesediaan serta kerelaan orang tua wanita atas hubungan kedua anak mereka. Apakah dilanjutu atau diberhentikan dalam hal ini lamaran di tolak. Proses pelamaran ini biasanya disebut dengan istilah masuk minta (Tana Ale).
II.1.2 Proses Peminangan (Ruti Nata)
Peminangan dilakukan setelah lamaran deterima oleh pihak wanita sebagai tanda si wanita siap menjadi calon istri. Proses ini biasanya dilakukan untuk mempererat atau meningkatkan hubungan kedua bela pihak, serta membicarakan hal-hal mengenai kelanjutan hubungan kedua anak mereka.
Untuk lebih memperjelas status atau hubungan perkawinan kedua anak mereka, biasanya dari pihak laki-laki, melakukan suatu upacara adat yang disebut dengan gantung baju. Dalam hal ini si wanita telah sah menjadi calon istri, serta tidak bisa lagi menerima pinangan dari pihak laki-lak manapun.

II.2 Proses Adat ( Tu Ngawa)
Setelah meminang, proses selanjutnya berupa pengantaran belis (Tu Ngawu) belis ini diantar oleh keluarga laki-laki, dimana nilai antarannya sesuai dengan apa yang telah disepakati oleh kedua bela pihak tersebut.
Adapun tahap-tahap pengantaran belis yang biasa dilakukan oleh masyarakat Lio yaitu:
1. Pengantaran belis untuk mengenal rumah (Mbeo Sao)
Pengantaran ini biasanya dilakukan oleh pihak laki-laki untuk menjalin hubungan dengan keluarga wanita. Dimana dengan pengantaran belis ini, calon pengantin laki-laki bebas mengunjungi rumah pihak wanita kapanpun ia mau. Begitupun dengan sebaliknya calon pengantin perempuan. Belis diantar dalam acara ini biasanya berupa uang senilai 1-2 juta Rupiah.

2. Pengantaran Belis besar (Ngawu Ria)
Dalam pengantaran ini, ada beberapa bagian-bagian antaran yang terdiri dari:
o Weli Weki
Yaitu pembayaran untuk harga diri calon pengantin perempuan berupa lima liwut mas dan lima ekor hewan besar (liwu lima eko lima)
o Buku Taga
Yaitu pembayaran untuk mama kandung perempuan sebagai balas jasa.
Adapun rincian pembayaran yaitu:
 Satu limut emas dan satu ekor binatang besar (seliwu seeko) untuk membalas jasa mama yang telah menghidupi kita, berkat air susunya atau yang disebut dengan istilah (Ae Susu Ine)
 Satu liut emas dan satu ekor binatang besar (Seliwu Seeko) untuk membalas jasa mama yang telah membalas jasa mama yang telah menjaga dan merawat kita. Biasanya disebut ( Kepe Ate Ine).
 Satu Ekor binatang besar (seeko) Bagian ini diantar sebagai tanda rasa kehilangan seorang ibu karna sebentar lagi putrinya akan pisah dengan mereka. Biasanya disebut dengan istilah (Eru Wia).
o Buku Ema Kao
Yaitu pembayaran untuk bapak calon pengantin perempuan, berupa dua liwut emas dan dua binatang besar atau yang biasa disebut dengan istilah (Godo Ema Paga Ana).
o Ine Ame Pu’u Kamu
Yaitu pembayaran untuk Om kandung dari calon pengantin wanita, berupa satu liwut emas dan satu ekor binatang besat (seliwu seeko).



o Deke Mamo
Yaitu pembayaran untuk nenek calon pengantin wanita sebagai tanda rasa hormat cucu terhadap neneknya. Belisnya berupa satu ekor binatang besar (Se’nggela)
o Jara Saku Tumba Sau
Yaitu pembayaran untk saudara (Nara) kandung calon pengantin wanita, belisnya berupa binatang dan uang.

3. Pengantaran Belis Nikah (Ngawu Nikah)
Dalam pengantaran ini, adapun bagian-bagian antaran yaitu:
o Pai Naja, Soro Meja
Yaitu pembayaran untuk pemanggilan nama di Gereja, berupa satu ekor binatang besar (seeko).
o Cincin Nikah
Ditanggung oleh pihak perempuan yaitu berupa sepasang cincin.
o Pakaian Nikah
Ditanggung oleh pihak om (pu’u kamu) dengan imbalan dari pihak laki-laki kepada om calon pengantin wanita, berupa emas satu liwut dan binatang besar dua ekor (seliwu eko rua).
o Soro Meja Bowa Lima.
Yaitu pembayaran sebagai tanda melepas pergi anak. Belisnya berupa satu liwut emas dan satu ekor hewan besar (seliwu seeko).
o Dari Nikah
Belisnya berupa satu liwut emas dan satu ekor binatang besar (seliwu seeko).
o Eko Nikah
Belisnya berupa dua liwut emas dan dua ekor binatang. Biasanya antaran ini digunakan untuk kelangsungan pesta pernikahan.
II.3 Proses Pernikahan.
Pernikahan adalah tahap akhir dari berbagai rangkaian proses adat diatas. Dengan pernikahan kedua mempelai dikukuhkan dengan sebuah sakramen kudus, untuk menjadi suami dan istri sah menurut ajaran Katolik. Pernikahan ini biasanya dilangsungkan di daerah atau tempat keluarga wanita, dimana setelah empat hari pernikahan baru dilangsungkan acara pengantaran anak.

II.3.1 Pengantaran Anak (Tu Ana).
Pengantaran ini dilakukan setelah empat hari pernikahan dimana keluarga wanita menghantarkan anaknya kerumah keluarga laki-laki untuk tinggal dan menetap disana. Biasanya dalam pengantaran, semua perabotan rumah tangga kedua anak mereka.





































BAB III
PENUTUP


III.1 Kesimpulan
o Melakukan perkawinan harus diawali dari tahap-tahap yang sudah disepakati.
o Perkawinan memang sudah ada sejak lama di setiap daerah walaupun masih ada perceraian.

III.2 Saran
o Setiap orang harus memahami betul arti dan tujuan perkawinan tersebut.
o Setiap orang mewujudkan arti cintanya terhadap pasangannya dalam perkawinan tersebut.


Selasa, 05 Mei 2009

PEMBAHASAN HIDROGRAF



Pembahasan
Hidrograf

Pendekatan hidrologi dalam sistem DAS telah banyak memberikan jasa bagi perencanaan bangunan air. Berdasarkan prinsip hidrograf satuan, beberapa peneliti telah menghasilkan model-model Hidrograf Satuan Sintetis (model-model HSS), beberapa di antaranya yaitu HSS Snyder (lokasi penelitian di USA, 1938), HSS Nakayasu (lokasi penelitian di Jepang, 1948), dan HSS Gama I (lokasi penelitian di Pulau Jawa, 1985).
Kurangnya ketersediaan data hidrograf merupakan kendala bagi perencanaan bangunan air. Kendala ini menjadikan model-model HSS akan memberikan manfaat yang cukup besar. HSS dapat memberikan informasi penting untuk keperluan evaluasi keamanan bangunan air (hydraulic structures). Di kalangan praktisi, penerapan model tersebut dimaksudkan untuk menganalisis banjir rancangan (design flood) dengan masukan data hujan. Namun demikian, sejauh ini para praktisi di Indonesia masih sangat fanatik menggunakan HSS Nakayasu, karena dipandang paling praktis, padahal penerapan model tersebut untuk Pulau Jawa masih memerlukan kalibrasi beberapa parameter. Mereka hampir tidak pernah menggunakan HSS Gama I karena model tersebut memerlukan 10 jenis data fisik DAS dan tidak dapat diterapkan untuk DAS yang hanya mempunyai satu sungai. Mengingat model-model HSS diteliti dan dibentuk di daerah yang karakteristik DAS-nya jauh berbeda dengan DAS terapan, maka seringkali memberikan hasil analisis yang kurang akurat. Akibat lebih lanjut akan menimbulkan dampak ketidakefisienan dalam penentuan dimensi bangunan air.
Idealnya setiap DAS memiliki hidrograf satuan tertentu. Jika kondisi fisik dan hidrologi secara umum dapat dikatakan homogen, maka sangat dimungkinkan untuk membuat suatu model HSS baru yang serupa dengan model-model HSS yang sudah dihasilkan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Model HSS tersebut dimaksudkan antara lain: 
(1) untuk mengetahui sifat tanggapan DAS terhadap masukan data hujan, yang mana dapat dipakai sebagai pendukung warning system di lokasi-lokasi rawan banjir; dan
(2) untuk mengisi kekosongan data hidrograf akibat kerusakan pada alat AWLR, yang mana dapat digunakan sebagai sarana untuk menghitung banjir rancangan.

Iklim

Perubahan iklim global yang mengakibatkan perubahan tinggi curah hujan pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS), kondisi topografi dengan elevasi wilayah lebih rendah dari pada elevasi muka air sungai, perubahan tata guna lahan yang mengakibatkan berubahnya koefisien aliran permukaan menjadi lebih besar, sehingga aliran permukaan (surface runoff) menjadi lebih besar dari sebelumnya, penurunan elevasi tanah (land subsidence) akibat dari pengambilan air tanah atau faktor dari karakteristik geologi pembentuknya dan perilaku manusia dalam memperlakukan sungai dan sarana drainase lainnya merupakan faktor-faktor eksternal yang dapat mengakibatkan banjir. Sedangkan faktor internal dapat dilihat dari fisik sungainya yaitu akibat dari kapasitas penampang sungai yang tidak bisa menampung beban debit yang mengalir di atasnya. 
Di Indonesia maupun negara-negara lain di dunia tidak terkecuali negara maju kejadian banjir sering terjadi setiap tahun, terutama pada musih penghujan ketika curah hujan yang tinggi jatuh pada waktu yang relatif pendek, sehingga debit puncak inflow yang ditimbulkannya melebihi kapasitas sungai yang dilewatinya. 
Akibat yang ditimbulkan oleh banjir dapat memporak porandakan daerah banjir tersebut baik infrastruktur maupun sosial, sehingga berdampak lebih jauh dapat melumpuhkan perekonomian daerah tersebut. 
Untuk mengurangi kerugian yang dapat ditimbulkan banjir, di negara-negara maju prediksi akan terjadinya banjir sudah dilakukan dengan adanya sistem peringatan dini (early warning system) dan biasanya dengan cara memperkirakan kejadian hujan yang terjadi saat itu. Sistem tersebut biasanya dibangun dengan bantuan model numerik untuk memprediksi banjir yang bakal terjadi. Akan tetapi sejauh ini belum ada ukuran tertentu (indikator) yang dapat menggambarkan hubungan antara penyebab banjir khususnya hujan, hidrograf inflow dengan parameter-parameter fisik hidrolik yaitu luas genangan, kedalaman genangan dan waktu genangan yang ditimbulkan akibat banjir. 
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model indikator yang berkaitan dengan banjir yang selanjutnya disebut Indeks Banjir. Nilai indeks tersebut dapat memformulasikan hubungan antara debit inflow, luas genangan, kedalaman genangan dan waktu genangan. Objek sebagai lokasi studi dilakukan di DAS Citarum Hulu-Jawa Barat. 
Dengan bantuan program MIKE, hidrograf inflow dapat dihitung dari data hujan jam-jaman, evaporasi jam-jaman, luas DAS dan parameter aliran tanah yang diperkirakan. Selanjutnya program satu dimensi dengan full dinamik wave yang tersedia pada program MIKE 11, mengeksekusi hidrograf inflow yang masuk ke sistem sungai menjadi fluktuasi aliran di sungai tersebut. Banjir akan terjadi apabila beban debit aliran melebihi kapasitas penampang melintang sungai (bankfull capacity) sehingga elevasi muka air melewati puncak tanggul. Limpasan air yang melewati puncak tanggul dianggap sebagai aliran yang mengalir melalui bangunan pelimpah samping (side spillway), maka dengan bantuan program MIKE 21 dan MIKE FLOOD aliran tersebut selanjutnya mengalir pada lahan yang sudah dibuat dalam bentuk spasial (Digital Elevation Model) menjadi daerah banjir atau genangan. 
Model Indeks Banjir yang dikembangkan pada penelitian ini adalah model indeks yang melibatkan pengaruh hidrologi dan hidrolik yang terkait dengan masalah banjir. Pengaruh hidrologi adalah curah hujan dan turunannya yaitu hidrograf inflow, sedangkan pengaruh dampaknya adalah luas genangan, kedalaman genangan dan waktu genangan. Indeks Banjir dibangun dari empat komponen indeks, yaitu Indeks Debit Puncak, Indeks Luas Genangan, Indeks Kedalaman Genangan dan Indeks Waktu Genangan. Masing-masing komponen indeks diformulakan sebagai harga perbandingan/rasio antara selisih kejadian dengan harga minimum dibanding dengan selisih antara harga maksimum dengan minimum. 
Dengan bantuan model statistik Partial Least Square (PLS) dari Structural Equation Modeling (SEM) nilai korelasi antara kompenen indeks dapat diketahui, sehingga diperoleh formula Indeks Banjir. Korelasi yang diperoleh menunjukkan bahwa hubungan Indeks Banjir dengan komponen Indeks Debit relatif kecil dibandingkan dengan komponen Indeks lainnya. Dalam arti bahwa Indeks Banjir di DAS Citarum Hulu dominan dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik hidroliknya yaitu luas genangan, kedalaman genangan dan waktu genangan. Dengan sistem drainase yang baik, Indeks Banjir relatif akan menurun meskipun debitnya besar. 
Indeks Banjir juga dapat dihubungkan dengan komulatif hujan maksimum wilayah yang terjadi di lahan dengan hasil yang baik, sehingga akan mudah untuk mendapatkan nilai Indeks Banjir hanya dengan mengetahui komulatif hujan maksimum pada DAS/sub DAS tersebut dan selanjutnya dengan menggunakan grafik hubungan Indeks dengan debit inflow (Qp), hubungan Indeks Banjir dengan luas genangan (Ag), hubungan Indeks Banjir dengan kedalaman genangan (Hg) dan hubungan Indeks Banjir dengan lama genangan (Tg) parameter-parameter banjir dapat diperkirakan dengan mudah. 
Penelitian ini akan sangat berguna dalam pengembangan mitigasi banjir di DAS Citarum Hulu dan metode pengembangannya dapat diterapkan di DAS atau sub DAS lain dengan parameter-parameter fisik yang berbeda.
 
Iklim di Indonesia
  Di Indonesia terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim musim (muson), iklim tropica (iklim panas), dan iklim laut.
1. Iklim Musim (Iklim Muson)
Iklim jenis ini sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu. Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur laut (Muson Tumur). Angin muson barat bertiup sekitar bulan oktober hingga april yang basah sehingga membawa musim hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup sekitar bulan april hingga bulan oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami musim kering/kemarau.
2. Iklim Tropis/Tropika (Iklim Panas)
Wilayah yang berada di sekitar garis khatulistiwa otomatis akan mengalami iklim tropis yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Umumnya wilayah Asia tenggara memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa dan Amerika Utara mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga wilayah Indonesia panas yang mengundang banyak curah hujan atau Hujan Naik Tropika.
3. Iklim Laut
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah laut mengakibatkan penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan curah hujan yang tinggi.




SIKLUS HIDROLOGI

Air adalah material yang paling berlimpah di bumi ini, menutupi sekitar 71 persen dari muka bumi ini. Kehidupan hampir seluruhnya air, 50 sampai 97 persen dari seluruh berat tanaman dan hewan hidup dan sekitar 70 persen dari berat tubuh kita. Kita bisa hidup sebulan tanpa makanan, tapi hanya bisa bertahan beberapa hari saja tanpa air. Air. seperti halnya energi, adalah hal yang esensial bagi pertanian, industri, dan hampir semua kehidupan. Dengan bertambahnya kebutuhan air untuk kegiatan manusia dan juga peningkatan jumlah penduduk 212.000 orang per hari (1985), kelangkaan air merupakan hal yang ada dihadapan kita. Jumlah air di permukaan bumi ini secara keseluruhan relatif tetap. Air akan selalu ada karena air bersirkulasi tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir mengikuti Siklus Hidrologi. 
Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Kondensasi merupakan pengembunan dimana Ketika uap air mengembang, mendingin dan kemudian berkondensasi, biasanya pada partikel-partikel debu kecil di udara. Ketika kondensasi terjadi dapat berubah menjadi cair kembali atau langsung berubah menjadi padat (es, salju, hujan batu (hail)). Partikel-partikel air ini kemudian berkumpul dan membentuk awan.
Evaporasi (penguapan) Ketika air dipanaskan oleh sinar matahari, permukaan molekul-molekul air memiliki cukup energi untuk melepaskan ikatan molekul air tersebut dan kemudian terlepas dan mengembang sebagai uap air yang tidak terlihat di atmosfir. Sekitar 95.000 mil kubik air menguap ke angkasa setiap tahunnya. Hampir 80.000 mil kubik menguapnya dari lautan. Hanya 15.000 mil kubik berasal dari daratan, danau, sungai, dan lahan yang basah, dan yang paling penting juga berasal dari tranpirasi oleh daun tanaman yang hidup. Proses semuanya itu disebut Evapotranspirasi. Presipitasi pada pembentukan hujan, salju dan hujan batu (hail) yang berasal dari kumpulan awan. Awan-awan tersebut bergerak mengelilingi dunia, yang diatur oleh arus udara. Sebagai contoh, ketika awan-awan tersebut bergerak menuju pegunungan, awan-awan tersebut menjadi dingin, dan kemudian segera menjadi jenuh air yang kemudian air tersebut jatuh sebagai hujan, salju, dan hujan batu (hail), tergantung pada suhu udara sekitarnya.
Transpirasi (penguapan pada tanaman) merupakan Uap air yang dikeluarkan dari daun-daun tanaman. Setiap hari tanaman yang tumbuh secara aktif melepaskan uap air 5 sampai 10 kali sebanyak air yang dapat ditahan
Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
•Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es. 
•Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan. 
•Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut. 
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.
 




DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Linsley (1980) menyebut DAS sebagai “A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting streams such that all stream flow originating in the area discharged through a single outlet”. Sementara itu IFPRI (2002) menyebutkan bahwa “A watershed is a geographic area that drains to a common point, which makes it an attractive unit for technical efforts to conserve soil and maximize the utilization of surface and subsurface water for crop production, and a watershed is also an area with administrative and property regimes, and farmers whose actions may affect each other’s interests”.
Dari definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun. Dalam pendefinisian DAS pemahaman akan konsep daur hidrologi sangat diperlukan terutama untuk melihat masukan berupa curah hujan yang selanjutnya didistribusikan melalui beberapa cara seperti diperlihatkan pada Gambar 5. Konsep daur hidrologi DAS menjelaskan bahwa air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran.




2.3.2. Definisi DAS Berdasarkan Fungsi
Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi, yaitu:
Pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi focus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.
Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.
Ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah. 
Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang terkelola dengan baik dan terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh prasarana dan sarana di bagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara administrasi maupun tata ruang, dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya koordinasi berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik.

2.3.3. Konsepsi Pengelolaan DAS Terpadu
Pengelolaan DAS terpadu mengandung pengertian bahwa unsur-unsur atau aspek-aspek yang menyangkut kinerja DAS dapat dikelola dengan optimal sehingga terjadi sinergi positif yang akan meningkatkan kinerja DAS dalam menghasilkan output, sementara itu karakteristik yang saling bertentangan yang dapat melemahkan kinerja DAS dapat ditekan sehingga tidak merugikan kinerja DAS secara keseluruhan.
Seperti sudah dibahas dalam bab-bab terdahulu, suatu DAS dapat dimanfaatkan bagi berbagai kepentingan pembangunan misalnya untuk areal pertanian, perkebunan, perikanan, permukiman, pembangunan PLTA, pemanfaatan hasil hutan kayu dan lain-lain. Semua kegiatan tersebut akhirnya adalah untuk memenuhi kepentingan manusia khususnya peningkatan kesejahteraan. 
Namun demikian hal yang harus diperhatikan adalah berbagai kegiatan tersebut dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan penurunan tingkat produksi, baik produksi pada masing-masing sector maupun pada tingkat DAS. Karena itu upaya untuk mengelola DAS secara baik dengan mensinergikan kegiatan-kegiatan pembangunan yang ada di dalam DAS sangat diperlukan bukan hanya untuk kepentingan menjaga kemapuan produksi atau ekonomi semata, tetapi juga untuk menghindarkan dari bencana alam yang dapat merugikan seperti banjir, longsor, kekeringan dan lain-lain. Mengingat akan hal-hal tersebut di atas, dalam menganalisa kinerja suatu DAS, kita tidak hanya melihat kinerja masing-masing komponen / aktifitas pembangunan yang ada di dalam DAS, misalnya mengukur produksi / produktifitas sektor pertanian saja atau produksi hasil hutan kayu saja. Kita harus melihat keseluruhan komponen yang ada, baik output yang bersifat positif (produksi) maupun dampak negatif. 
Karena itu dalam kajian pengelolaan DAS Terpadu ini selain dilakukan analisis yang bersifat kuantitatif, juga dilakukan analisis yang bersifat kualitatif. Analisis-analisis tersebut pada dasarnya didasarkan kepada adanya keterkaitan antara suatu sektor/kegiatan pembangunan dengan kegiatan pembangunan lain, sehingga apa yang dilakukan pada satu sektor/komponen akan mempengaruhi kinerja sector lain.
Untuk menggambarkan hubungan keterkaitan antara berbagai aktifitas/komponen
pembangunan yang ada di dalam DAS digunakan model seperti dalam gambar 6. Dalam diagram tersebut digambarkan keterkaitan antara berbagai komponen yang dalam analisis kuantitatif akan digunakan sebagai variabel untuk mengukur kinerja DAS secara keseluruhan.
 

2.3.4. Hasil Studi Literatur Model Pengelolaan DAS
Pengelolaan DAS pada dasarnya ditujukan untuk terwujudnya kondisi yang optimal dari sumberdaya vegetasi, tanah dan air sehingga mampu memberi manfaat secara maksimal dan berkesinambungan bagi kesejahteraan manusia. Selain itu pengelolaan DAS dipahami sebagai suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah, yang dalam hal ini termasuk identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air, dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS (Chay Asdak, 2002), seperti yang tertera pada Gambar 7. hubungan biofisik antara Das bagian hulu dan bagian hilir
 

Dalam menjabarkan model pengelolaan DAS maka setiap unit DAS, secara substansi dan strateginya, serta bentuk-bentuk DAS harus dipelajari dengan seksama. Hal ini perlu dilakukan karena bentuk DAS merupakan refleksi kondisi bio-fisik dan merupakan wujud dari proses alamiah yang ada. Implikasi dari hal tersebut adalah memperlihatkan bahwa pengelolaan DAS merupakan suatu sistem hidrologi dan sistem produksi, dan hal ini membuka terjadinya konflik kepentingan antar institusi terhadap pengelolaan komponen-komponen sistem DAS. 
DAS bagian hulu mempunyai peran penting, terutama sebagai tempat penyedia air untuk dialirkan ke bagian hilirnya. Oleh karena itu bagian hulu DAS seringkali mengalami konflik kepentingan dalam penggunaan lahan, terutama untuk kegiatan pertanian, pariwisata, pertambangan, serta permukiman. Mengingat DAS bagian hulu mempunyai keterbatasan kemampuan, maka setiap kesalahan pemanfaatan akan berdampak negatif pada bagian hilirnya. Pada prinsipnya, DAS bagian hulu dapat dilakukan usaha konservasi dengan mencakup aspekaspek yang berhubungan dengan suplai air. Secara ekologis, hal tersebut berkaitan dengan ekosistem tangkapan air (catchment ecosystem) yang merupakan rangkaian proses alami daur hidrologi.

2.3.5. Permasalahan-Permasalahn Pengelolaan DAS
Permasalahan pengelolaan DAS dapat dilakukan melalui suatu pengkajian komponen-komponen DAS dan penelusuran hubungan antar komponen yang saling berkaitan, sehingga tindakan pengelolaan dan pengendalian yang dilakukan tidak hanya bersifat parsial dan sektoral, tetapi sudah terarah pada penyebab utama kerusakan dan akibat yang ditimbulkan, serta dilakukan secara terpadu. Salah satu persoalan pengelolaan DAS dalam konteks wilayah adalah letak hulu sungai yang biasanya berada pada suatu kabupaten tertentu dan melewati beberapa kabupaten serta daerah hilirnya berada di kabupaten lainnya. Oleh karena itu, daerah- daerah yang dilalui harus memandang DAS sebagai suatu sistem terintegrasi, serta menjadi tanggung jawab bersama.
Menurut Asdak (1999), dalam keterkaitan biofisik wilayah hulu-hilir suatu DAS, perlu adanya beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu sebagai berikut :
(1) Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan lingkungan biofisik dan sosial ekonomi dimana lembaga tersebut beroperasi. Apabila aktifitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan dampak yang nyata pada lingkungan biofisik dan/atau sosial ekonomi di bagian hilir dari DAS yang sama, maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan DAS yang melibatkan bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan pengelolaan.
(2) Eksternalities, adalah dampak (positif/negatif) suatu aktifitas/program dan atau kebijakan yang dialami/dirasakan di luar daerah dimana program/kebijakan dilaksanakan. Dampak tersebut seringkali tidak terinternalisir dalam perencanaan kegiatan. Dapat dikemukakan bahwa negative externalities dapat mengganggu tercapainya keberlanjutan pengelolaan DAS bagi : (a) masyarakat di luar wilayah kegiatan (spatial externalities), (b) masyarakat yang tinggal pada periode waktu tertentu setelah kegiatan berakhir (temporal externalities), dan (c) kepentingan berbagai sektor ekonomi yang berada di luar lokasi kegiatan (sectoral externalities).
(3) Dalam kerangka konsep “externalities”, maka pengelolaan sumberdaya alam dapat dikatakan baik apabila keseluruhan biaya dan keuntungan yang timbul oleh adanya kegiatan pengelolaan tersebut dapat ditanggung secara proporsional oleh para actor (organisasi pemerintah, kelompok masyarakat atau perorangan) yang melaksanakan kegiatan pengelolaan sumberdaya alam (DAS) dan para aktor yang akan mendapatkan keuntungan dari adanya kegiatan tersebut. 
Pada penanganan DAS bagian hulu diarahkan pada kawasan budidaya (pertanian) karena secara potensial proses degradasi lebih banyak terjadi pada kawasan ini. Untuk itu agar proses terpeliharanya sumberdaya tanah (lahan) akan terjamin, maka setiap kawasan pertanian atau budidaya tersedia kelas-kelas kemampuan dan kelas kesesuaian lahan. Dengan tersedianya kelas kemampuan dan kelas kesesuaian ini, pemanfaatan lahan yang melebihi kemampuannya dan tidak sesuai jenis penggunaannya dapat dihindari. 
Pada salah satu bentuk model pengelolaan DAS, pengelolaan DAS hulu-hilir yang dikaitkan dengan masalah ekonomi-sosial-budaya, pengembangan wilayah dalam bentuk ekologis maupun adminstratif, yang menuju pada optimalisasi penggunaan lahan dan mengefisienkan pemanfaatan sumber daya air melalui perbaikan kelembagaan, teknologi, serta penyediaan pendanaan, yang dapat dijabarkan oleh  

 
Selama ini metodologi perencanaan DAS secara terpadu kurang memperhatikan aspekaspek yang mengintegrasikan berbagai kepentingan kegiatan pembangunan, misalnya antara kepentingan pengembangan pertanian, kepentingan industri, kepentingan daya dukung lingkungan (ecological demands). Perkembangan pembangunan di bidang permukiman, pertanian, perkebunan, industri, eksploitasi SDA berupa penambangan, dan eksploitasi hutan menyebabkan penurunan kondisi hidrologis suatu DAS yang menyebabkan kemampuan DAS untuk berfungsi sebagai penyimpan air pada musim hujan dan kemudian dipergunakan melepas air pada musim kemarau. Ketika air hujan turun pada musim penghujan air akan langsung mengalir menjadi aliran permukaan yang seringkali menyebabkan banjir dan sebaliknya pada musim kemarau aliran air menjadi sangat kecil bahkan pada beberapa kasus sungai tidak terdapat aliran air.
Pentingnya posisi DAS sebagai unit pengelolaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah dan air. Kurang tepatnya perencanaan dapat menimbulkan adanya degradasi DAS yang mengakibatkan lahan menjadi gundul, tanah/lahan menjadi kritis dan erosi pada lereng-lereng curam. Pada akhirnya proses degradasi tersebut dapat menimbulkan banjir yang besar di musim hujan, debit sungai menjadi sangat rendah di musim kemarau, kelembaban tanah di sekitar hutan menjadi berkurang di musim kemarau sehingga dapat menimbulkan kebakaran hutan, terjadinya percepatan sedimen pada waduk-waduk dan jaringan irigasi yang ada, serta penurunan kualitas
air.
Pada prinsipnya kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) secara terpadu merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mengurangi dan menghadapi permasalahan sumberdaya air baik dari segi kualitas dan kuantitasnya. Kebijakan ini oleh karenanya merupakan bagian terintegrasi dari kebijakan lingkungan yang didasarkan pada data akademis maupun teknis, beragamnya kondisi lingkungan pada beberapa daerah dan perkembangan ekonomi dan sosial sebagai sebagai suatu keseluruhan dimana perkembangan daerah. Dengan beragamnya kondisi, maka beragam dan spesifik juga solusinya. Keberagaman ini harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan untuk memastikan bahwa perlindungan dan penggunaan DAS secara berkelanjutan ada dalam suatu rangkaian kerangka kerja (framework).

2.4. Gambaran Umum DAS di Indonesia
Keberadaan DAS secara yuridis formal tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan. Dalam peraturan pemerintah ini DAS dibatasi sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya, penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut.
Perkembangan pembangunan di bidang permukiman, pertanian, perkebunan, industri, eksploitasi sumber daya alam berupa penambangan, dan ekploitasi hutan menyebabkan penurunan kondisi hidrologis suatu daerah aliran sungai (DAS). Gejala penurunan fungsi hidrologis DAS ini dapat dijumpai di beberapa wilayah Indonesia, seperti di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan, terutama sejak tahun dimulainya Pelita I yaitu pada tahun 1972. Penurunan fungsi hidrologis tersebut menyebabkan kemampuan DAS untuk berfungsi sebagai penyimpan air pada musim kemarau dan kemudian dipergunakan melepas air sebagai “base flow” pada musim kemarau, telah menurun. Ketika air hujan turun pada musim penghujan air akan langsung mengalir menjadi aliran permukaan yang kadang-kadang menyebabkan banjir dan sebaliknya pada musim kemarau aliran “base flow” sangat kecil
bahkan pada beberapa sungai tidak ada aliran sehingga ribuan hektar sawah dan tambak ikan tidak mendapat suplai air tawar.
Walaupun masih banyak parameter lain yang dapat dijadikan ukuran kondisi suatu daerah aliran sungai, seperti parameter kelembagaan, parameter peraturan perundangundangan, parameter sumber daya manusia, parameter letak geografis, parameter iklim, dan parameter teknologi, akan tetapi parameter air masih merupakan salah satu input yang paling relevan dalam model DAS untuk mengetahui tingkat kinerja DAS tersebut, khususnya apabila dikaitkan dengan fungsi hidrologis DAS.
Berdasarkan pertimbangan hal tersebut maka pembahasan kondisi DAS dalam makalah ini memakai hidrograf aliran dan angkutan sediment sebagai ukuran tingkat kinerja DAS. Peran strategis DAS sebagai unit perencanaan dan pengelolaan sumberdaya semakin nyata pada saat DAS tidak dapat berfungsi optimal sebagai media pengatur tata air dan penjamin kualitas air yang dicerminkan dengan terjadinya banjir, kekeringan dan sedimentasi yang tinggi. Dalam prosesnya, maka kejadian-kejadian tersebut merupakan fenomena yang timbul sebagai akibat dari terganggunya fungsi DAS sebagai satu kesatuan sistem hidrologi yang melibatkan kompleksitas proses yang berlaku pada DAS. Salah satu indikator dominant yang menyebabkan terganggunya fungsi hidrologi DAS adalah terbentuknya lahan kritis. Dari hasil inventarisasi lahan kritis menunjukkan bahwa terdapat + 14,4 juta hektar di luar kawasan hutan dan + 8,3 juta hektar di dalam kawasan hutan (Pasaribu, 1999).
Selain itu bencana banjir, tanah longsor, dan berbagai kejadian alam yang melanda Indonesia tidak terlepas dari kerusakan ekologi. Bentuk kerusakan ekologi ini didominasi oleh kerusakan hutan. Berbagai bencana akibat kerusakan ekologi yang melanda Indonesia di tahun 2002 diawali oleh banjir besar yang menenggelamkan sebagian besar wilayah Jakarta pada awal Februari 2002. Dalam peristiwa tersebut, yang diindikasikan karena rusaknya kawasan hutan di daerah Bogor, Puncak dan Cianjur (Bopunjur), tidak hanya mengakibatkan kerugian harta dan benda, melainkan juga nyawa.

  

2.7 Aliran Permukaan/ Limpasan (run-off)
Aliran sungai itu tergantung dari berbagai faktor secara bersamaan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan limpasan, yang dibagi dalam 2 kelompok, yakni elemen-elemen meteorologi yang diwakili oleh curah hujan dan elemen-elemen daerah pengaliran yang menyatakan sifat-sifat fisik daerah pengaliran.
1. Elemen-Elemen Meteorologi
Faktor-faktor yang terhisab kelompok elemen-elemen meteorologi adalah sebagai berikut:
a) Jenis Presipitasi
Pengaruhnya terhadap limpasan sangat berbeda, yang tergantung pada jenis presipitasinya yakni hujan atau salju. Jika hujan maka pengaruhnya adalah langsung dan hidrograf itu hanya dipengaruhi intensitas curah hujan dan besarnya curah hujan. 
a) Intensitas Curah Hujan
Pengaruh terhadap intensitas curah hujan pada limpasan permukan tergantung dari kapasitas infiltrasi. Jika intensitas curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas curah hujan. Akan tetapi, besarnya peningkatan limpasanm itu tidak sebanding dengan peningkatan curah hujan lebih, yang disebabkan oleh penggenangan di permukaan tanah.
a) Lamanya curah hujan
Jika lamanya curah hujan itu lebih panjang, maka lamanya limpasan permukaan itu juga menjadi lebih panjang.
a) Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran
Jika kondisi-kondisi seperti topografi, tanah dan lain-lain di seluruh daerah pengaliran itu sama dan umpamanya jumlah curah hujan itu sama, maka curah hujan yang distribusinya merata yang mengakibatlkan debit puncak yang minimum. Banjir di daerah pengaliran yang besar kadang-kadang terjadi oleh curah hujan lebat yang distribusinya merata dan sering kali terjadi oleh curah hujan biasa yang mencakup daerah yang luas meskipun intensitasnya kecil. Sebaliknya di daerah pengaliran yang kecil, debit puncak maksimum dapat terjadi oleh curah hujan lebat dengan daerah hujan yang sempit. 
a) Arah pergerakan curah hujan
Umumnya pusat curah hujan itu bergerak. Jadi, suatu curah hujan lebat bergerak sepanjang sistem aliran sungai akan sangat mempengaruhi debit puncak dan lamanya limpasan permukaan. 
a) Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah
Jika kadar kelembaban lapisan teratas tanah itu tinggi, maka akan mudah terjadi banjir karena kapasitas infiltrasi yang kecil. Demikian pula jika kelembaban tanah itu meningkat dan mencapai kapasitas lapangan maka air infiltrasi akan mencapai permukaan air tanah dan memperbesar aliran air tanah. 
a)Kondisi-kondisi meteorology yang lain
Seperti telah dikemukakan di atas, dari elemen-elemen meteorology, curah hujan mempunyai pengaruh yang terbesar pada limpasan. Secara tidak langsung, suhu, kecepatan angina, kelembaban relative, tekanan udara rata-rata, curah hujan tahunan dan seterusnya yang berhubungan satu dengan yang lainnya juga mengontrol iklim daerah tersebut dan mempengaruhi limpasan. 
2. Elemen Daerah Pengaliran
a.Kondisi penggunaan lahan (landuse)
Hidrograf sebuah sungai adalah sangat dipengaruhi oleh kondisi penggunaan lahan dalam daerah pengaliran tersebut. Daerah hutan yang ditutupi tumbuh-tumbuhan yang lebat adalah sulit mangadakan limpasan permukaan karena kapasitas infiltrasinya yang besar. Jika daerah hutan ini digunakan untuk daerah pembangunan dan dikosongkan (hutannya ditebang), maka kapasitas infiltrasinya akan turun karena pemamptan peermukaan tanah. Air hujan akan mudah berkumpul ke sungai-sungai denmagn kecepatan yang tinggi yang akhirnya dapat mengakibatkan banjir yang belum pernah dialami terdahulu. 
b.Daerah pengaliran
Jika semua faktor-faktor termasuk besarnya curah hujan, ntensitas curah hujan dan lain-lain itu tetap, maka limpasan itu (yang dinyatakan dengan dalamnya air rata-rata) selalu sama dan tidak bergantung pada luas daerah pengaliran. Berdasarkan asumsi ini, mengingat aliran per satuan luas itu tetap, maka hidrograf itu adalah sebanding dengan luas daerah pengaliran itu. Akan teteapi, semakin besar daerah pengaliran itu, makin lama limpasan itu mencapai tempat titik pengukuran. Jadi, panjang dasar hidrograf debit banjir itu menjadi lebih besar dan debit puncaknya berkurang. Salh satu sebab dari berkurangnya debit puncak ialah hubuingan antara intensitas curah hujan maksimum yang berbanding terbalik dengan luas daerah hujan itu. 
c.Kondisi topografi dalam daerah pengaliran
Corak, elevasi, gradient, arah dan lain-lain dari daerah pengaliran mempunyai pengaruh terhadap sungai dan hidrologi pengaliran tersebut. Corak daerah pengaliran adalah faktpor bentuk, yakni perbandingan panajang sungai utama terhadap lebar rata-rata daerah pengaliran. Elevasi daerah pengaliran dan elevasi rata-rata mempunyai hubungan yang penting terhadap suhu dan curah hujan. Demikian pula gradiennya mempunyai hubungan dengan infiltrasi. Limpasan permukaan, kelembaban dan pengisian air tanah. Gradient daerah pengaliran adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi waktu mengalirnya aliran permukaan, waktu konsentrasi ke sungai dari curah hujan dan mempunyai hubungan langsung terhadap debit banjir. Arah daerah pengaliran itu mempunyai pengaruh terhadap kehilangan evaporasi dan transpirasi karena mempengaruhi kapasitas panas yang diterima dari matahari. 
d.Jenis tanah
Mengingat bentuk butir-butir tanah, coraknya dan cara mengendapnya adalah faktor-faktor yang menentukan kapasitas infiltrasi, maka karakteristik limpasan itu sanagt dipengaruhi oleh jenis tanah pengaliran itu. Juga bahan-bahan kolodial merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas infiltrasi karena bahan-bahan itu mengembang dan menyusut sesuai dengan variasi kadar kelembaban tanah.
e.Faktor-faktor lain yang memberikan pengaruh 
Di samping hal-hal yang dikemukakan diatas, maka faktor-faktor penting lain y6ang ikut berperan dalam mempengaruhi limpasan adalah karakteristik jaringan sungai-sungai, adanya daerah pengaliran yang tidak langsung, darainase buatan dan lain-lain. Untuk mempelajari puncak banjir, debit air rendah, debit rata-rata dan lain-lai, diperlukan penyelidikan yang cukup dan perkiraan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
by omel.............







Sabtu, 24 Januari 2009

renungan pagi


pagi ini aku sangat ceria memandangi pagi yang cerah ini........... satu kata selamat pagi dan syukur tak terhingga bua sang pencipta yang maha mulia...... seberbak wewangian  kembang di pagi ini  cinta yang illahi  semoga membasahi sagala karya  qt, disetiap hembusan napas pagi ini seakan membawa sejutah dosa dan penyesalan yang panjang. semoga di masa yang akan datang dapat membawa perubahan kerah setiap kebahagiaan hati selalu mendamaikan jiwa yaang  sayup ini....... mentari pagi membawa kebahagiaan yang sejati dan seindah lirikan mentari dan gemasan lembut udara serta kicauan  burung dan indahnya daun dikala pagi ini. 

puisi cinta qw


 
Dengan puisi %%%%%%%%%%%%

Dengan puisi aku bernyanyi sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta berbatas cakrawala

Dengan puisi aku mengenang keabadian yang akan datang
Dengan puisi aku menangis jarum waktu bila kejar mengiri

Dengan puisi aku memutih nafas jalan yang busuk
Dengan puisi aku berdoa perkenankanlah kiranya

Aduuh hari gini kok masih sempet-sempetnya ngomongin cinta?
Tapi cinta khan nggak kenal perang, nggak kenal panas, nggak kenal hujan,
nggak kenal badai,gak kenal mabook apalagi cuma badai sengketa tanah dan demonstrasi !

Puisi cinta di sini banyak sekali bentuknya, cinta kepada Allah, cinta kepada orangtua,
cinta kepada adik-kakak, cinta kepada kekasih, cinta kepada negeri,
pokoknya segala macem cinta yang pernah kita rasain deh... !!

Nah, buat siapa aja yang seneng nulis puisi cinta, dan pengen ikutan nyumbang
di halaman ini, kamu kirim aja ke emailku, puisinya terserah mau diambil
dari mana, asal ditulis jelas pengarangnya siapa, syukur-syukur kalau ngarang

sendiri, wah...  

mau kan????????? jadi teman  aku........... 

(nanarty)

memperindah tampilan USB


Membuat Background Pada Flash Disk
mungkin  postingan saya  sudah tidak asyk lagi buat teman - teman yang suda tau. yahh........ ngingetin aja..

Berikut ini cara membuat background gambar pada USB Stick atau FlashDisk
yang saya dapat dari teman saya Deden Fardenan.

Salin kode dibawah ini pada notepad

[.ShellClassInfo]
IconFile=0
IconIndex=0
InfoTip=0
IconFileOld=0
IconIndexOld=0
[{BE098140-A513-11D0-A3A4-00C04FD706EC}]
IconArea_TextBackground=
IconArea_Text=
IconArea_Image=My Pictures\1.jpg
[ExtShellFolderViews]
{BE098140-A513-11D0-A3A4-00C04FD706EC}=
{BE098140-A513-11D0-A3A4-00C04FD706EC}


Simpan dengan nama Desktop.ini pada USB Flash Drive.

Masukkan gambar yang akan dijadikan background ke Flash Disk.

Lokasi gambar berada pada IconArea_Image=My Pictures\1.jpg

Ketikkan nama lokasi gambar tanpa menggunakan drive, misal FlashDisk Anda
berada di E:\ dan gambar berada di E:\Beauties\1.jpg Anda cukup
mengetikkan Beauties\1.jpg